Jumat, 17 April 2015

Aktivis Pendidikan di Bandung Desak UN Dimoratorium

Sejumlah aktivis pendidikan yang tergabung dalam beberapa organisasi seperti FGII, FAGI, Fortusis, AkSI, Kerlip dan GMMP mendatangi kantor Ombudsman perwakilan Jabar di Jalan Kebonwaru Utara, Jumat (17/4/2015). Mereka mengadukan soal sejumlah masalah yang ditemukan sepanjang pelaksanaan Ujian Nasional 2015. Salah satunya yaitu adanya dugaan kebocoran soal.

Koordinator FAGI, Iwan Hermawan menyampaikan soal adanya dugaan kebocoran soal di sejumlah sekolah. Ia menuturkan, di sekolah-sekolah telah ditunjuk koordinator untuk mengumpulkan uang. Uang tersebut digunakan untuk mendapatkan soal dan kunci jawaban untuk jurusan IPS.

"Satu siswa mengumpulkan Rp 50 ribu - Rp 75 ribu, atau satu kelas Rp 1,4 juta," ujar Iwan.

Kemudian setelah dibayarkan, para siswa akan tergabung dalam grup di Line atau Whatsapp. Di dalam grup chat tersebut diberikan sejenis soal-soal dan kunci jawabannya.

"Nama grupnya keren, seperti Generasi Penerus Bangsa," sebutnya.

Ia berharap Dinas Pendidikan bisa mencocokkan soal yang diujikan dengan soal dan kunci jawaban yang beredar tersebut. "Kami berharap dugaan ini bisa dibuktikan. Karena kami ini sudah sangat kesal dan capek. Sudah 11 tahun UN, selalu saja ada masalah," tutur Iwan.

Mendapati sejumlah masalah yang terus terjadi setiap UN, aktivis pendidikan pun mendesak supaya pemerintah melakukan moratorium UN. Mereka pun mengusulkan pada seluruh rektor di seluruh Indonesia untuk tidak menggunakan hasil UN 2015 sebagai pertimbangan seleksi penerimaan mahasiwa.

Atas laporan tersebut, Kepala Ombudsman Perwakilan Jabar Haneda Sri Lastoto mengatakan akan menindaklanjuti laporan tersebut. Namun sama halnya dengan laporan kebocoran yang telah dilaporkan sebelumnya, Ombundsman baru bisa melakukan pencocokan soal setelah tanggal 13 Mei.

"Karena dokumen soal UN sudah disegel dan tak boleh dibuka sampai tanggal 13 Mei nanti," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar